Halooo semuanya!!!
Wah, udah lama banget ya kita gak bersua via tulisan yang amatir ini hihi
Tapi, tenang saja karena Bella Hadid, Shania kembali hadir menyapa kamu #SobatCerita. Maka dari itu, saya akan menceritakan sedikit pengalaman ketika melakukan bakti sosial. Pengalaman yang super duper seru, menegangkan, dan sangat berkesan dalam hidup saya.
Kita mulai dari letak Desa Pangkalan Serai. Pasti kamu akan bertanya-tanya, kan? Sama, awalanya saya juga bingung. Desa apa itu? Dimana? Di bawah ini
Shan, dekat dengan Sumatera Barat?
Benar. Jadi, Desa Pangkalan Serai ini termasuk desa 3T (Terdepan, Tertinggal, dan Terluar). Akses menuju desa juga memakan waktu yang lumayan lama. Dimulai dari 3 jam perjalanan dari Pekanbaru menggunakan mobil, lalu dilanjut menggunakan 3 buah sampan yang melewati sungai selama 5 jam.
Berbicara soal sampan, ini merupakan pertama kali bagi saya untuk menaiki kendaraan air tersebut. Pada awalnya saya dag dig dug bukan main karena saya tidak bisa berenang dan takut tenggelam hehehe. Sebelum pergi saya selalu bertanya:
"Kak, ada pelampung gak?" tanya saya.
"Buat apa?' sahut Kak Dinda.
"Kalau jatuh gimana? Liat sungainya dalem banget" jawab saya.
"HAHA, kalau jatuh ada yang nolongin. Kan banyak laki-laki"
Seketika semua orang yang mendengar hal tersebut tertawa. Maklum first time.
Kami langsung melanjutkan perjalanan menggunakan sampan setelah memastikan seluruh barang bawaan aman. Rasanya tuh seru, tapi was-was. Apalagi ketika saya kesana arusnya deras. Makin deg-degan.
Sepanjang perjalanan, saya disuguhi pemandangan alam yang indah sekali berwarna hijau, masih asri, dan membuat hati terasa damai. Sebenarnya, ekspektasi saya ketika naik sampan 1 jam nyampe, eh ternyata desanya paling ujung, desa terakhir. Ditambah makin lama, arus sungai makin deras, tentunya saya makin panik, tapi tetap stay cool.
Di pertengahan jalan, kami memutuskan berhenti di salah satu bukit. Karena keadaan sedang surut, ada beberapa bukit batu-batuan tengah dan tepi sungai timbul ke permukaan. Maka dari itu, kami berhenti untuk istirahat sejanak, dan makan siang. Setelah selesai makan, kami kembali melanjutkan perjalanan.
1 jam berlalu...
2 jam...
3 jam...
Sampai saya mulai bosan, dan bertanya kepada bapak supir.
"Pak, kira-kira masih lama gak ya?"
"Masih dek, 2 jam lagi"
....
2 jam
....
Ingin rasanya tidur saja, tapi takut tiba-tiba jatuh ke sungai. Kan gak lucu ya, lagi tidur eh bangunnya karena kecebur sungai. Hmm
Singkat cerita, kami sampai ke desa tujuan. Alhamdulillah kami disambut baik oleh warga sekitar. Saya memutuskan untuk mandi, dan menyusul ke area masjid karena ada acara aqiqah.
Sedikit gambaran tentang desa ini, karena letaknya yang jauh di perbatasan provinsi, membuat desa ini memiliki penerangan yang sangat amat kurang. Hanya ada beberapa rumah yang memiliki penerangan, dan televisi.
Akses yang lama, dan jauh ini pula yang menyebabkan mereka sangat kekurangan fasilitas kesehatan. Bahkan, satu tahun bisa dihitung kapan Puskesmas Pembantu buka. Hal ini juga disebabkan biaya transportasi yang cukup mahal kisaran 200-300ribu perorang. Itu juga yang menyebabkan masyarakat desa rata-rata memiliki sampan untuk menghemat anggaran, dan menjadi alat transportasi saat bekerja.
Sekolah yang ada di desa tersebut juga hanya terdiri dari 2 kelas dan 1 orang guru. Lalu, gimana kalau gurunya sakit? Ya, tidak sekolah alias libur. Bahkan untuk menelepon atau sekadar sms juga nihil. Tidak ada jaringan sama sekali. Mereka harus pergi ke Desa Gema terlebih dahulu untuk mendapatkan jaringan seluler.
Berada di tempat yang 360 derajat berbeda dengan kehidupan di kota membuat saya bersyukur bisa merasakan penerangan yang cukup, mengenyam pendidikan dengan baik, berobat yang tersedia di berbagai tempat, dan akses memperoleh akses kemudahan internet, dan transportasi.
____
Saya tinggal di desa tersebut hanya 1 hari. Keesokan paginya, saya beserta tim relawan mempersiapkan pengobatan gratis. Saya mendapatkan tugas di bagian administrasi. Warga desa sangat antusias. Mereka sangat menunggu momen pengobatan gratis ini. Mulai dari anak-anak hingga lanjut usia melakukan cek kesehatan. Pengobatan ini berlangsung selama 5 jam. Banyak ucapan terimakasih yang kami dapatkan.
Senang rasanya bisa saling membantu, dan bermanfaat untuk orang lain.
Pukul 1 siang kami pulang ke Pekanbaru. Kami berpamitan, dan mengucapkan terimakasih karena telah dijamu dengan sangat baik. Pengalaman yang tak terlupakan.
Berikut ini, dokumentasi ketika sedang berada di desa tersebut:
Komentar
Posting Komentar